| Rabu | 12 September 2012 |
Banyak peralatan yang menggunakan radiasi nuklir yang belum tersertifikasi. Jumlahnya sekitar 6.000 buah. Terdiri dari peralatan mammografi, General X-Ray, Dental X-ray, Mobile X-ray, CT Scan dan MRI. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Martua Sinaga di Padang, Selasa (9/9).
“Ada 6000 peralatan X-ray yang belum disertifikasi di seluruh Indonesia. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dampaknya akan dirasakan oleh pasien beberapa tahun mendatang. Probabilitasnya bisa berakibat kemandulan, atau kanker. Bahkan jikta tingkat radiasinya tinggi malah mengakibatkan kematian,” ujar Martua pada seminar program proteksi dan keselematan radiasi di bidang radiologistik dan interverensional.
Untuk itu, kata Martua, Bapeten yang telah hadir di Indonesia sejak 14 tahun lalu selalu berupaya meningkatkan keamanan pengguna peralatan beradiasi tersebut. Baik dari segi peraturan untuk memback-up kegiatan Bapeten maupun berbagai sosialisasi hingga sanksi.
“Kita fokus pada bidang medis dulu karena banyak keteledoran pihak media saat menggunakan peralatan radiologi. Keteledoran meliputi peralatan yang tidak bersertifikat, peralatan tidak standar, takaran dosis, tenaga radiografer (petugas yang mengoperasionalkan peralatan radionlogi) yang tamatan SMA bahkan ada yang tamatan SD. Proteksi ini penting untuk menyelamatkan generasi kita di masa mendatang,” ujar Martua.
Adapun sanksi bagi penanggung jawab peralatan radiasi yang abai akan dilaporkan ke pihak kepolisian. Salah satunya adalah RS Fina di Medan Sumatra Utara. Meski mereka sudah mengurus izin, kata Martua, namun urusan dengan penegak hukum tetap harus mereka hadapi karena telah melanggar UU no 10 tahun 1997 tentang tenaga nuklir dan PP No/37 tahun 2007 tentang ketentuan standar keamanan radiasi dan keamanan sumber zat radioaktif.
“Mumpung ada anggota DPR ikut hadir dan daerah asal pemilihannya dari daerah ini, maka manfaatkanlah dengan baik. Usulkan tentang kekurangan tenaga terampil yang harus Tamat ATRO," ujar Martua.
Menanggapi hal itu, HM Azwir Dainy Tara dari Komisi VII DPR yang juga bertindak sebagai narasumber amat mendukung kegiatan sosialisasi radiodiagnosik dan interferensial di Padang. Bahkan Azwir di hadapan peserta sosialisasi pada salah satu hotel berbintang itu berjanji akan memperjuangkannya dari segi anggaran.
“Saya akan memperjuangkannya dari segi anggaran. pada APBN-P. Jika tidak terealisasi mudah-mudahan pada 2013 bisa. Yang penting ada aspirasi dari bapak/ibu serta saudara sekalian,” ujar Azwir.
Menurut Azwir permasalahan radiasi nuklir ini tidak bisa dianggap enteng. Sebab berhubungan erat dengan keselamatan penggunanya. Abai sedikit saja, bisa fatal akibatnya bagi pasien rumah sakit.
Sumbar Relatif Aman
Ditanya tentang keamanan peralatan radiologi di rumah sakit Sumatra Barat, Martua mengatakan relatif aman. “Rumah sakit di sini telah mengurus izin. Hanya yang di RS M Djamil masih perlu diperhatikan keamanan ruangannya akibat dampak gempa 2009 lallu,” kata Martua.
Jangankan rumah sakit di kota besar di Sumbar. RSUD di Suliki saja sudah memiliki alat radiologi yang diuji tiap dua tahun di Bapeten. Tenaga radiografernya pun tamatan Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radiografik Jakarta. “Peralatan kami diuji tiap dua tahun. Sejak saya bertugas di sana pada 2006, telah dua kali anggota Bapeten ke sana," ujar Renny Mayeni, staf rumah sakit Suliki yang ikut sosialisasi Bapeten itu. (zulfadli)
(diterbitkan di Singgalang Edisi Rabu, 12 September 2012, halaman C-24)
Banyak peralatan yang menggunakan radiasi nuklir yang belum tersertifikasi. Jumlahnya sekitar 6.000 buah. Terdiri dari peralatan mammografi, General X-Ray, Dental X-ray, Mobile X-ray, CT Scan dan MRI. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Martua Sinaga di Padang, Selasa (9/9).
“Ada 6000 peralatan X-ray yang belum disertifikasi di seluruh Indonesia. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dampaknya akan dirasakan oleh pasien beberapa tahun mendatang. Probabilitasnya bisa berakibat kemandulan, atau kanker. Bahkan jikta tingkat radiasinya tinggi malah mengakibatkan kematian,” ujar Martua pada seminar program proteksi dan keselematan radiasi di bidang radiologistik dan interverensional.
Untuk itu, kata Martua, Bapeten yang telah hadir di Indonesia sejak 14 tahun lalu selalu berupaya meningkatkan keamanan pengguna peralatan beradiasi tersebut. Baik dari segi peraturan untuk memback-up kegiatan Bapeten maupun berbagai sosialisasi hingga sanksi.
“Kita fokus pada bidang medis dulu karena banyak keteledoran pihak media saat menggunakan peralatan radiologi. Keteledoran meliputi peralatan yang tidak bersertifikat, peralatan tidak standar, takaran dosis, tenaga radiografer (petugas yang mengoperasionalkan peralatan radionlogi) yang tamatan SMA bahkan ada yang tamatan SD. Proteksi ini penting untuk menyelamatkan generasi kita di masa mendatang,” ujar Martua.
Adapun sanksi bagi penanggung jawab peralatan radiasi yang abai akan dilaporkan ke pihak kepolisian. Salah satunya adalah RS Fina di Medan Sumatra Utara. Meski mereka sudah mengurus izin, kata Martua, namun urusan dengan penegak hukum tetap harus mereka hadapi karena telah melanggar UU no 10 tahun 1997 tentang tenaga nuklir dan PP No/37 tahun 2007 tentang ketentuan standar keamanan radiasi dan keamanan sumber zat radioaktif.
“Mumpung ada anggota DPR ikut hadir dan daerah asal pemilihannya dari daerah ini, maka manfaatkanlah dengan baik. Usulkan tentang kekurangan tenaga terampil yang harus Tamat ATRO," ujar Martua.
Menanggapi hal itu, HM Azwir Dainy Tara dari Komisi VII DPR yang juga bertindak sebagai narasumber amat mendukung kegiatan sosialisasi radiodiagnosik dan interferensial di Padang. Bahkan Azwir di hadapan peserta sosialisasi pada salah satu hotel berbintang itu berjanji akan memperjuangkannya dari segi anggaran.
“Saya akan memperjuangkannya dari segi anggaran. pada APBN-P. Jika tidak terealisasi mudah-mudahan pada 2013 bisa. Yang penting ada aspirasi dari bapak/ibu serta saudara sekalian,” ujar Azwir.
Menurut Azwir permasalahan radiasi nuklir ini tidak bisa dianggap enteng. Sebab berhubungan erat dengan keselamatan penggunanya. Abai sedikit saja, bisa fatal akibatnya bagi pasien rumah sakit.
Sumbar Relatif Aman
Ditanya tentang keamanan peralatan radiologi di rumah sakit Sumatra Barat, Martua mengatakan relatif aman. “Rumah sakit di sini telah mengurus izin. Hanya yang di RS M Djamil masih perlu diperhatikan keamanan ruangannya akibat dampak gempa 2009 lallu,” kata Martua.
Jangankan rumah sakit di kota besar di Sumbar. RSUD di Suliki saja sudah memiliki alat radiologi yang diuji tiap dua tahun di Bapeten. Tenaga radiografernya pun tamatan Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radiografik Jakarta. “Peralatan kami diuji tiap dua tahun. Sejak saya bertugas di sana pada 2006, telah dua kali anggota Bapeten ke sana," ujar Renny Mayeni, staf rumah sakit Suliki yang ikut sosialisasi Bapeten itu. (zulfadli)
(diterbitkan di Singgalang Edisi Rabu, 12 September 2012, halaman C-24)
0 komentar :
Posting Komentar
Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya