Headlines News :

Tunjangan Anggota Bamus Terlalu Minim

Written By zulfadli on Senin, 13 November 2017 | 12.45

Padang - Banyak hal menarik yang diungkapkan masyarakat di daerah pemilihan Aanggota DPD RI Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa. Selama menjalani masa reses dari 21 Oktober hingga 12 November, dia mendapatkan banyak masukan sekaitan dana alokasi umum nagari, dana desa hingga kegiatan pemanfaatan dana tersebut oleh walinagari dan dipantau badan musyawarah (Bamus) Nagari.

Selain itu, juga ada keluhan tentang kesulitan yang dialami walinagari di tingkat kabupaten dan kepala desa di  tingkat kota sekaitan pelaporan penggunaan dana. Belum lagi kerumitan akibat berbedanya regulasi di antara tiga kementerian terkait seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan PDT.

“Pendapat walinagari dan Bamus bisa berbeda menyikapi hal ini,  disebabkan pendapatan yang berbeda. Akibatnya dapat terjadi kecurigaan diantara keduanya yang berdampak pada nagari atau desa. Perlu perhatian pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk mencarikan solusi terkait hal ini,” ujarnya, Minggu (10/11) di Padang.

Leo menjelaskan, Bamus Nagari merupakan lembaga yang menjadi perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Walinagari dan Bamus ibarat walikota/bupati dengan DPRD.

Sama halnya dengan walikota dan bupati bersama DPRD menentukan APBD. Maka di tingkat nagari, walinagari dan Bamus yang membahas dan menyetujui bersama Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APB Nagari). Berdasar APB Nagari ini keuangan tahunan dianggarkan dan digunakan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan bersama. Termasuk  dalam hal ini, tunjangan walinagari dan Bamus yang hendaknya mengacu pada aturan yang berlaku.

“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Administratif dan Keuangan Pimpinan DPRD, Pendapatan Ketua DPRD Provinsi setara dengan gaji pokok gubernur, wakilnya 80 persen dari gaji ketua. Sementara anggota mempunyai pendapatan 75 persen dari gaji ketua. Harusnya, berdasar peraturan ini, Ketua Bamus berhak mempunyai tunjangan lebih besar dari yang mereka terima saat ini,” tegas pria yang kerap dipanggil Bang Leo ini.

Diakui Leo, pengaturan pendapatan antara walinagari dan tunjangan Bamus tentu mengacu pada pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing. Bupati dan walikota seharusnya bisa mengatur dengan sebaiknya.

Gubernur perlu memberi perhatian terhadap hal ini. Jangan jomplang seperti sekarang yang bisa mengganggu keharmonisan antara walinagari dan Bamus sekaligus memaksimalkan kinerja keduanya dalam melaksanakan anggaran berbasis kinerja seperti yang diberlakukan sekarang.

Aturan yang dibuat gubernur bisa jadi acuan bagi bupati/walikota. Dengan cara ini, besar tunjangan lebih merata di Sumbar. Bukan lagi senilai dua hari kerja tukang sebagaimana yang dikeluhkan Bamus.

Di Padang Pariaman, Leo menemukan kenyataan ketika walinagari mendapatkan gaji Rp3 juta, Ketua Bamus mendapatkan tunjangan Rp300.000, wakil ketua Rp250.000 dan anggota Bamus peroleh tunjangan Rp200.000. Di Agam, tunjangan Bamus lebih tinggi, Rp550.000. Lebih tinggi lagi Rp 900 000 seperti yang diterapkan Kabupaten Solok. Meski sudah ada peraturan bupati seperti di Solok yang mengatur namun tetap terpaut jauh dari gaji walinagari.

“Sebagusnya, walikota dan bupati membuat peraturan daerah yang mengatur keselarasan antara pendapatan walinagari dan tunjangan Bamus. Prinsip keselarasan ini diharapkan mampu meningkatkan keharmonisan antara walinagari dan Bamus. Diharapkan kinerjanya bisa lebih ditingkatkan lagi,” harapnya. (zul)
Share this article :

0 komentar :

Posting Komentar

Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya


 
Support : Bisnis UKM | Kemenkop | Okebana RSS | Sentra UKM

Copyright © 2012. Okebana - All Rights Reserved
Template Dimodifikasi Oleh Zulfadli
Wartawan Harian Singgalang