Penyandang cacat netra yang dididik (kelayan) di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato di Kalumbuk Padang pun tak ketinggalan memeriahkan HUT RI ke-68. Mereka terlihat bersemangat mengikuti acara yang digelar di panti itu, Rabu (21/8).
“Anak-anak kalau sudah 17 Agustus ini selalu tanya apa saja kegiatan untuk memeriahkan HUT RI. Jika dikatakan tidak ada, mereka pasti protes karena merasa tak ikut memperingati hari proklamasi itu,” ujar Kepala PSBN Tuah Sakato, Heni Yunida
Diungkapkan Heni, tahun ini panjat pinang untuk pertama kalinya dipertandingkan, melengkapi aneka lomba lainnya yang telah ada. Memang ada kekhawatiran anak jatuh lantaran tak bisa melihat kemana mereka akan berpegangan atau dimana kakinya bertumpu. Namun karena dinilai ada prinsip pembelajaran seperti orientasi mobilitas, meningkatkan motivasi bahwa mereka bisa, menjalin kerjasama anak dan membina daya juang anak, makanya kegiatan itu terealisasi juga.
Menurut Heni, kekhawatiran itu terjawab sudah. Tak ada anak yang cedera, semua gembira. Mereka bisa membuk tikan bahwa anak cacat netra pun bisa panjat pinang bagomok, punya semangat ting gi dan bisa bekerjasama agar hadiah bisa dibawa turun. Bahkan beberapa dian tara-nya mungkin bisa ikut lomba panjat pinang untuk umum.
Mayadi Lubis dan Arnold dari tim berbeda bisa memanjat sampai ke puncak. Sepertinya mudah saja melewati pundak dan punggung kawannya. Dengan beberapa kali dorongan kaki dan gerakan tangan, sampailah mereka di puncak. Jika saja panitia tidak mewanti-wanti dari awal hadiah yang diturunkan dan waktunya dibatasi untuk sekali pemanjatan, dipastikan keduanya bakal menurunkan semua.
Rupanya Mayadi yang baru tujuh bulan di PSBN, dulunya adalah tukang panjat kelapa. Orang tuanya sudah meninggal dan tinggal bersama kakaknya di Desa Sintuak Barat, Kecamatan Lembah Malintang, Pasbar. Memanjat kelapa dilakoninya lantaran ingin mengurangi beban sang kakak.
Arnold yang buta total bahkan dua kali bisa menggapai puncak. Dia berhasil menurunkan gitar akustik, sejumlah amplop berisi uang. Untuk yang kedua kalinya, dia menurunkan semuanya. Sorak-sorai teman dan instruktur sepertinya membuat dia lupa batasan yang disepakati dari awal.
Semua bergembira. Para kelayan yang di bawah berebutan mengumpulkan hadiah yang dilemparkan Arnold. Mereka seolah melupakan ketiga tim tersebut yang bergantian memanjat pinang dan mengalami kegagalan beberapa kali. Bahkan ada yang sedang menarik hadiah terpaksa melepasnya, lalu cepat-cepat memeluk pohon pinang lantaran kawannya tak kuat menahan beban.
Namun instruktur berhasil menyuntikkan semangat. “Pejuang tidak kenal kata menyerah dalam mengupaya kan kemerdekaan bangsa kita. Meski mereka mengorbankan nyawa. Masa memanjat pinang saja kita menyerah,” ujar salah satu dari mereka. (*)
“Anak-anak kalau sudah 17 Agustus ini selalu tanya apa saja kegiatan untuk memeriahkan HUT RI. Jika dikatakan tidak ada, mereka pasti protes karena merasa tak ikut memperingati hari proklamasi itu,” ujar Kepala PSBN Tuah Sakato, Heni Yunida
Diungkapkan Heni, tahun ini panjat pinang untuk pertama kalinya dipertandingkan, melengkapi aneka lomba lainnya yang telah ada. Memang ada kekhawatiran anak jatuh lantaran tak bisa melihat kemana mereka akan berpegangan atau dimana kakinya bertumpu. Namun karena dinilai ada prinsip pembelajaran seperti orientasi mobilitas, meningkatkan motivasi bahwa mereka bisa, menjalin kerjasama anak dan membina daya juang anak, makanya kegiatan itu terealisasi juga.
Menurut Heni, kekhawatiran itu terjawab sudah. Tak ada anak yang cedera, semua gembira. Mereka bisa membuk tikan bahwa anak cacat netra pun bisa panjat pinang bagomok, punya semangat ting gi dan bisa bekerjasama agar hadiah bisa dibawa turun. Bahkan beberapa dian tara-nya mungkin bisa ikut lomba panjat pinang untuk umum.
Mayadi Lubis dan Arnold dari tim berbeda bisa memanjat sampai ke puncak. Sepertinya mudah saja melewati pundak dan punggung kawannya. Dengan beberapa kali dorongan kaki dan gerakan tangan, sampailah mereka di puncak. Jika saja panitia tidak mewanti-wanti dari awal hadiah yang diturunkan dan waktunya dibatasi untuk sekali pemanjatan, dipastikan keduanya bakal menurunkan semua.
Rupanya Mayadi yang baru tujuh bulan di PSBN, dulunya adalah tukang panjat kelapa. Orang tuanya sudah meninggal dan tinggal bersama kakaknya di Desa Sintuak Barat, Kecamatan Lembah Malintang, Pasbar. Memanjat kelapa dilakoninya lantaran ingin mengurangi beban sang kakak.
Arnold yang buta total bahkan dua kali bisa menggapai puncak. Dia berhasil menurunkan gitar akustik, sejumlah amplop berisi uang. Untuk yang kedua kalinya, dia menurunkan semuanya. Sorak-sorai teman dan instruktur sepertinya membuat dia lupa batasan yang disepakati dari awal.
Semua bergembira. Para kelayan yang di bawah berebutan mengumpulkan hadiah yang dilemparkan Arnold. Mereka seolah melupakan ketiga tim tersebut yang bergantian memanjat pinang dan mengalami kegagalan beberapa kali. Bahkan ada yang sedang menarik hadiah terpaksa melepasnya, lalu cepat-cepat memeluk pohon pinang lantaran kawannya tak kuat menahan beban.
Namun instruktur berhasil menyuntikkan semangat. “Pejuang tidak kenal kata menyerah dalam mengupaya kan kemerdekaan bangsa kita. Meski mereka mengorbankan nyawa. Masa memanjat pinang saja kita menyerah,” ujar salah satu dari mereka. (*)
0 komentar :
Posting Komentar
Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya