Selain pendaftaran merek, yang tak kalah pentingnya adalah UMKM pun harus memperhatikan kehalalan produknya. Sekalipun
di Sumbar banyak yang muslim. Namun untuk pemakaian produk secara umum atauakan
dipasarkan, kehalalannya wajib dicantumkan. Dan yang berhak menyatakan halal
atau tidaknya adalah LPPOM-MUI.
Peserta yang umumnya adalah produsen makanan olahan, diingatkan Asdep bidang pengembangan dan restrukturisasi usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Tri Indratni untuk mengurus label halal tersebut. Tri juga mewanti-wanti mereka agar tidak memakai bahan-bahan tambahan yang tidak halal.
Tri memberikan contoh-contoh produk yang tidak boleh digunakan pada produk makanan. Begitu mendengar uraian dari Tri, banyak pelaku UMKM yang terperangah. Ada yang berkomentar untung tidak memakai, ada juga yang bergumam kita kan tidak tahu. “Pelaku UMKM harus hati-hati menggunakan bahan utama dan bahan tambahan bagi produknya. Sekarang harus selektif,” tegas Tri.
Selain itu, Tri menyinggung arti penting kemasan. Menurut dia konsumen terlebih dulu melihat kemasan. Dia menginformasikan pernah membeli produk Jepang yang kemasannya sayang dia buang. Padahal isinya makanan biasa. Malah kadang biaya kemasan lebih mahal dari harga produk yang dikemasnya.
Karena ada yang kurang atau tidak tahu inilah sosialisasi diselenggarakan Dinas Koperasi dan UMKM.
“Kita terus lakukan sosialisasi. Kita pun membina langsung saat kunjungan ke dapur pelaku UMKM. Koordinasi dengan lembaga terkait pun ditingkatkan sekaitan dengan legalitas usaha bagi UMKM,” ujar Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Achmad Charisma.
Diakui Achmad bahwa baru 20 persen dari pelaku UMKM yang 501 ribu lebih itu yang mengurus merek dan punya kemasan bagus. Dulu Dinas Koperasi ada menganggarkan bantuan pendaftaran merek, kemasan hingga label halal. Namun kini jadi leading sector Dinas Perindag.
“Karena yang bisa kita bantu sejumlah kecil UMKM, maka kita harapkan pelaku UMKM bersikap pro aktif mendaftarkan merek dan legalitas usaha mereka jika ingin berkembang lebih bagus,” pungkas Achmad. (zul)
Peserta yang umumnya adalah produsen makanan olahan, diingatkan Asdep bidang pengembangan dan restrukturisasi usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Tri Indratni untuk mengurus label halal tersebut. Tri juga mewanti-wanti mereka agar tidak memakai bahan-bahan tambahan yang tidak halal.
Tri memberikan contoh-contoh produk yang tidak boleh digunakan pada produk makanan. Begitu mendengar uraian dari Tri, banyak pelaku UMKM yang terperangah. Ada yang berkomentar untung tidak memakai, ada juga yang bergumam kita kan tidak tahu. “Pelaku UMKM harus hati-hati menggunakan bahan utama dan bahan tambahan bagi produknya. Sekarang harus selektif,” tegas Tri.
Selain itu, Tri menyinggung arti penting kemasan. Menurut dia konsumen terlebih dulu melihat kemasan. Dia menginformasikan pernah membeli produk Jepang yang kemasannya sayang dia buang. Padahal isinya makanan biasa. Malah kadang biaya kemasan lebih mahal dari harga produk yang dikemasnya.
Karena ada yang kurang atau tidak tahu inilah sosialisasi diselenggarakan Dinas Koperasi dan UMKM.
“Kita terus lakukan sosialisasi. Kita pun membina langsung saat kunjungan ke dapur pelaku UMKM. Koordinasi dengan lembaga terkait pun ditingkatkan sekaitan dengan legalitas usaha bagi UMKM,” ujar Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Achmad Charisma.
Diakui Achmad bahwa baru 20 persen dari pelaku UMKM yang 501 ribu lebih itu yang mengurus merek dan punya kemasan bagus. Dulu Dinas Koperasi ada menganggarkan bantuan pendaftaran merek, kemasan hingga label halal. Namun kini jadi leading sector Dinas Perindag.
“Karena yang bisa kita bantu sejumlah kecil UMKM, maka kita harapkan pelaku UMKM bersikap pro aktif mendaftarkan merek dan legalitas usaha mereka jika ingin berkembang lebih bagus,” pungkas Achmad. (zul)
0 komentar :
Posting Komentar
Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya