| Kamis | 10 Mesin 2012 |
Masyarakat yang kebetulan sedang berkendara atau melakukan aktivitas antara perempatan Lapai-Khatib Sulaiman dan Basko Minang Plaza, mendapat tontonan gratis. Ada yang merasa aneh, ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang salut melihat penyandang tuna netra menggunakan inderanya mengenali lingkungan yang masih baru bagi mereka.
Ratusan bahkan ribuan pasang mata melihat upaya penyandang tuna netra tersebut memukul-mukulkan tongkat dan menyisir pinggiran, naik/turun trotoar sambil mengikuti perintah dari instruktur mereka dari Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato, Kalumbuk Padang.
Setiap dikatakan ada tiang atau ada lobang di depan, para tuna netra itu berusaha menghindari setelah tongkat mereka menemukan tiang atau lobang dimaksud,
“Rupanya mereka buta,” ujar Rahmad, supir travel Padang-Bukittinggi di depan Basko Grand Mall. Pria berjenggot itu pun berusaha mencari tahu pada salah satu anggota rombongan PSBN. Dia pun menanyakan apa mereka orang baru buta? Kenapa ada diantara mereka sepertinya bisa melihat.
Akhirnya Rahmad manggut-manggut setelah dijelaskan bahwa siswa yang bisa melihat itu penderita low vision, cacat netra yang masih punya sisa penglihatan. Penderita low vision ada yang bisa melihat dalam jarak 1-6 meter, melihat benda seperti bayangan atau hanya bisa membaca huruf dalam jarak 5-10 cm.
Seperti halnya Rahmad, fasilitator PNPM Padang, Yan Iswandi, berulang kali melirik ke siswa PSBN yang nongkrong di depan Basko Grand Mall.
Maklum, mall tersebut belum buka. Yan mengungkapkan rasa senangnya ketika mengetahui apa sebenarnya kegiatan siswa berseragam hijau toska-hitam tersebut.
“Saya awalnya agak aneh melihat mereka. Tapi setelah tahu tujuan kegiatan mereka, saya amat senang. Salut kepada pembinanya yang dengan telaten mengajar mereka agar bisa hidup mandiri,” ujarnya kepada Singgalang, Rabu (9/5).
Menurut informasi dari penanggungjawab kegiatan orientasi mobilitas (OM) tersebut, Eritrina Yolanda, kegiatan itu merupakan kalender tahunan PSBN Tuah Sakato sebelum melepas siswa mereka ke masyarakat.
“OM tingkat lanjut dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa sebelum terjun ke tengah masyarakat. Mereka diajari seperti ini agar tahu cara naik angkot, membayar sewa angkot, berjalan dan menyeberang di jalan raya yang ramai, demi meningkatkan percaya diri mereka,” ujar Yola.
Ke-12 peserta OM ini telah mengikuti mid semester pada tahun ketiga keberadaan mereka di panti.
(zulfadli)
(diterbitkan pada Harian Singgalang edisi Kamis (10/5) di halaman C-27)
Masyarakat yang kebetulan sedang berkendara atau melakukan aktivitas antara perempatan Lapai-Khatib Sulaiman dan Basko Minang Plaza, mendapat tontonan gratis. Ada yang merasa aneh, ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang salut melihat penyandang tuna netra menggunakan inderanya mengenali lingkungan yang masih baru bagi mereka.
Ratusan bahkan ribuan pasang mata melihat upaya penyandang tuna netra tersebut memukul-mukulkan tongkat dan menyisir pinggiran, naik/turun trotoar sambil mengikuti perintah dari instruktur mereka dari Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato, Kalumbuk Padang.
Setiap dikatakan ada tiang atau ada lobang di depan, para tuna netra itu berusaha menghindari setelah tongkat mereka menemukan tiang atau lobang dimaksud,
“Rupanya mereka buta,” ujar Rahmad, supir travel Padang-Bukittinggi di depan Basko Grand Mall. Pria berjenggot itu pun berusaha mencari tahu pada salah satu anggota rombongan PSBN. Dia pun menanyakan apa mereka orang baru buta? Kenapa ada diantara mereka sepertinya bisa melihat.
Akhirnya Rahmad manggut-manggut setelah dijelaskan bahwa siswa yang bisa melihat itu penderita low vision, cacat netra yang masih punya sisa penglihatan. Penderita low vision ada yang bisa melihat dalam jarak 1-6 meter, melihat benda seperti bayangan atau hanya bisa membaca huruf dalam jarak 5-10 cm.
Seperti halnya Rahmad, fasilitator PNPM Padang, Yan Iswandi, berulang kali melirik ke siswa PSBN yang nongkrong di depan Basko Grand Mall.
Maklum, mall tersebut belum buka. Yan mengungkapkan rasa senangnya ketika mengetahui apa sebenarnya kegiatan siswa berseragam hijau toska-hitam tersebut.
“Saya awalnya agak aneh melihat mereka. Tapi setelah tahu tujuan kegiatan mereka, saya amat senang. Salut kepada pembinanya yang dengan telaten mengajar mereka agar bisa hidup mandiri,” ujarnya kepada Singgalang, Rabu (9/5).
Menurut informasi dari penanggungjawab kegiatan orientasi mobilitas (OM) tersebut, Eritrina Yolanda, kegiatan itu merupakan kalender tahunan PSBN Tuah Sakato sebelum melepas siswa mereka ke masyarakat.
“OM tingkat lanjut dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa sebelum terjun ke tengah masyarakat. Mereka diajari seperti ini agar tahu cara naik angkot, membayar sewa angkot, berjalan dan menyeberang di jalan raya yang ramai, demi meningkatkan percaya diri mereka,” ujar Yola.
Ke-12 peserta OM ini telah mengikuti mid semester pada tahun ketiga keberadaan mereka di panti.
(zulfadli)
(diterbitkan pada Harian Singgalang edisi Kamis (10/5) di halaman C-27)

0 komentar :
Posting Komentar
Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya