![]() | |
| Ka UPTD PSBN, Tuah Sakato Heni Yunida |
Penyandang cacat netra yang dibina (kelayan) di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato, Kalumbuk Padang, butuh perhatian. Hal itu diungkapkan oleh Kepala UPTD PSBN Tuah Sakato, Heni Yunida kepada Singgalang, Senin (8/10).
“Memang mereka telah dibiayai oleh pemerintah lewat APBD, bahkan dapat pula uang saku Rp5.000/hari. Namun itu hanya mereka nikmati selama tiga tahun. Setelah dilepas/diwisuda atau dalam istilah kami terminasi, maka mereka akan menjalani hidup di masyarakat,” ujar Heni.
Ketika penyandang cacat netra tersebut dilepas, menurut Heni, ada perlengkapan (tool kit) yang diberikan oleh Dinas Sosial Sumatra Barat. Perlengkapan itu adalah penunjang keahlian pijat mereka yang diajarkan selama di panti seperti message, shiatsu (pijat ala jepang), dan pijat refleksi.
“Mereka tentu butuh biaya untuk menyewa tempat tinggal sekaligus tempat praktik. Inilah kendala yang sering dihadapi penyandang cacat yang sudah terminasi. Mereka kesulitan dalam pendanaan tempat tinggal/praktik,” urai Heni.
Jalan keluarnya, para kelayan sering bermitra dengan rekannya. Mereka buka praktik pijat bersama. Agar hal ini bisa diminimalkan, maka Heni dan instruktur PSBN mengajak para kelayan menabung. “Uang saku yang Rp150.000/bulan itu ditabungkan Rp50.000. Sisanya untuk membeli barang-barang yang mereka inginkan, termasuk pulsa. Mereka pakai hp bagus juga lho,” kata Heni berseloroh.
Selain itu, Heni mulai mendekati pemerintah kabupaten/kota yang anak warganya jadi binaan PSBN. Pemerintah kota/kabaputen tersebut didekati agar mau menyisihkan dari APBD mereka untuk membantu kelayan yang diterminasi.
Heni juga giat menghubungi rekan, mitra kerja atau pemimpin perusahaan, perhotelan di Sumbar untuk menggunakan anak-anak PSBN mengisi acara mereka. Bisa tari pasambahan atau tarian tradisional Minang lainnya, organ tunggal, band, sebagai pembaca quran/saritilawah, pendakwah, randai atau tenaga pijat bagi karyawan/kliennya.
“Undangan tampil atau memijat sangat menyenangkan anak-anak panti. Mereka akan kian semangat berlatih ketika diberitahu bakal tampil pada suatu acara. Kami tidak mematok harga, yang penting yang punya acara bisa memperhatikan makanan/snack anak-anak serta sedikit amplop, serta pengganti uang transpor. Amplop yang diserahkan ke tangan mereka meski kecil nilainya, namun amat membahagiakan mereka. Uang itu untuk penyambung harapan mereka, yang akan digunakan sebagai modal awal ketika telah terminasi nantinya. Itu saja cukup,” harap Heni. (zulfadli)
(telah diterbitkan di Harian Singgalang Edisi Selasa 9 Oktober di halaman C-24)

0 komentar :
Posting Komentar
Masukan Anda amat berarti untuk pengembangan web ini selanjutnya